Powered By Blogger

Minggu, 30 Oktober 2011

Ilmu politik


Ilmuwan politik mempelajari alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan termasuk pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik dan kebijakan publik. Mereka mengukur keberhasilan pemerintahan dan kebijakan khusus dengan memeriksa berbagai faktor, termasuk stabilitas, keadilan, kesejahteraan material, dan kedamaian. Beberapa ilmuwan politik berupaya mengembangkan ilmu ini secara positif dengan melakukan analisa politik. Sedangkan yang lain melakukan pengembangan secara normatif dengan membuat saran kebijakan khusus.
Studi tentang politik diperumit dengan seringnya keterlibatan ilmuwan politik dalam proses politik, karena pengajaran mereka biasanya memberikan kerangka pikir yang digunakan komentator lain, seperti jurnalis, kelompok minat tertentu, politikus, dan peserta pemilihan umumuntuk menganalisis permasalahan dan melakukan pilihan. Ilmuwan politik dapat berperan sebagai penasihat untuk politikus tertentu, atau bahkan berperan sebagai politikus itu sendiri. Ilmuwan politik dapat terlihat bekerja di pemerintahan, di partai politik, atau memberikan pelayanan publik. Mereka dapat bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pergerakan politik. Dalam berbagai kapasitas, orang yang dididik dan dilatih dalam ilmu politik dapat memberi nilai tambah dan menyumbangkan keahliannya pada perusahaan. Perusahaan seperti wadah pemikir (think-tank), institut riset, lembaga polling dan hubungan masyarakat sering mempekerjakan ilmuwan politik.
Terdapat banyak sekali pendekatan dalam ilmu politik.  Di sini hanya akan dibahas tentang tiga pendekatan saja, yakni pendekatan institusionalisme (the old institutionalism), pendekatan perilaku (behavioralism) dan pilihan rasional (rational choice), serta pendekatan kelembagaan baru atau the new institutionalism. Ketiga pendekatan ini memiliki cara pandangnya tersendiri dalam mengkaji ilmu politik dan memiliki kritik terhadap pendekatan yang lain.
Pendekatan institusionalisme atau kelembagaan mengacu pada negara sebagai fokus kajian utama. Setidaknya, ada dua jenis atau pemisahan institusi negara, yakni negara demokratis yang berada pada titik "pemerintahan yang baik" atau good governance dan negaraotoriter yang berada pada titik "pemerintahan yang jelek" atau bad governance dan kemudian berkembang lagi dengan banyak varians yang memiliki sebutan nama yang berbeda-beda.Namun, pada dasarnya—jika dikaji secara krusial, struktur pemerintahan dari jenis-jenis institusi negara tersebut tetap akan terbagi lagi menjadi dua yakni masalah antara "baik" dan "buruk" tadi.
Bahasan tradisional dalam pendekatan ini menyangkut antara lain sifat undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan, dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen dan lain-lain, Dengan kata lain, pendekatan ini mencakup unsur legal maupun institusional.
Setidaknya, ada lima karakteristik atau kajian utama pendekatan ini, yakni:
  • Legalisme (legalism), yang mengkaji aspek hukum, yaitu peranan pemerintah pusat dalam mengatur hukum;
  • Strukturalisme, yakni berfokus pada perangkat kelembagaan utama atau menekankan pentingnya keberadaan struktur dan struktur itu pun dapat menentukan perilaku seseorang;
  • Holistik (holism) yang menekankan pada kajian sistem yang menyeluruh atau holistik alih-alih dalam memeriksa lembaga yang "bersifat" individu seperti legislatif;
  • Analisis normatif atau normative analysis yang menekankan analisisnya dalam aspek yang normatif sehingga akan terfokus pada penciptaan good government.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar